Usai suap terakhir
Bening matamu menatap ragu.
“Saya mau mondok,” ujarmu lirih.
Mataku memicing, ibumu mengernyit.
Lalu kita terpekur pada gagap yang kelu
Di bawah lingkar pintu gerbang
Kami melepasmu di ujung azan
Ransel, koper, kasur, bantal, dan
makanan kecil dalam kotak-kotak
Pelukmu erat, matamu berlinang.
Panggilan corong menuntunmu menapak
Di bawah silau gerimis merintih
Aku
melambai tak sanggup mendekap
Hmmm….
Memandang langit-langit kamar
Masih menempel pendingin
Foto-foto
rapi terpajang
Pernik-pernik idola menghias
Meja belajar juga tetap seperti dulu
Sepi seperti ini
Menggeliat aroma pondok
Ranjang bersusun
minus pendingin
toilet bersama
dalam kepatuhan
Sepi seperti ini
Menyusur setapak
itikaf ,lail, dan jamaah
Mengeja huruf menafsir makna
Lalu mereguk petuah mengunyah adab
Di sini menerawang
Ragu menyelusup tentang hari-hari
yang akan terlewati.
Tentang kenangan yang sudah-sudah
Cermin yang menempel tubuhmu
Sendal yang menapak kakimu
Semua membekas nyata
Pada kesejukan pagi
Dering menghentak lamunan
“Assalamulaikum, Aba!
Apa kabar…
Hafalanku sudah juz 18
Jangan lupa doakan aku.”
Jemariku meraih tissue
Menghapus sebutir bening
Wahyudi Hamarong,29 Nov’ 23
Posting Komentar untuk "Lalu Kita Terpekur pada Gagap yang Kelu"