Sumber : fixabay.com
Aku memilih agak jauh dari para pengunjung cafee yang datang berkelompok dan duduk santai
sambil meneguk minuman di depannya. Beberapa lelaki mengepulkan asap rokok dari
bibirnya yang coklat. Aku melihat tak ada informasi apapun kalau di tempat ini
di larang merokok. Mungkin ini tips pemiliknya untuk menyenangkan pelanggan.
Aku refleks meninggikan rok tatkala ombak terasa menjilat-jilati
sampai mata kaki. Setiap sapuan ombak
yang menerpa mampu menghadirkan ketenangan di hatiku. Mataku
terpejam ketika buih putih itu merayapi
batu-batu karang dan terakhir menyentuh
kakiku yang sekian waktu lelah menapak anak tangga dan menyusur aspal
jalanan dari dan ke kampus. Mataku
sejenak melebarkan pandang pada kapal nelayan yang balik dari tengah laut. Beberapa lepa-lepa masih setia menari di atas
ombak. Para nelayan masih bertahan di sana. Mungkin hasil tangkapannya belum
mampu jadi penebus beras dua liter,kopi, dan sekilo gula untuk sajian
pada sebuah senja yang temaram. Entahlah, tiba-tiba melintas begitu saja
sketsa masa lalu tentangmu.
“Rein, Aku mau kuliah di Yogya, memilih jurusan Akuntansi.
Aku ingin nantinya bekerja di perusahaan yang besar sebagai akuntan, atau
paling tidak jadi PNS di bagian keuangan. Bagaimana menurutmu? Jauh ya?” Bola
matamu meraba ekspresi yang semburat di wajahku setelahnya. Aku agak lama
terdiam.
“Aku akan datang di
setiap liburan semester. Kita akan selalu ke sini. Akan kuceritakan banyak hal
tentang negeri orang. Percayalah!”
“Tak ada yang jauh untuk hati yang menyatu dan tak ada yang
dekat untuk hati yang mendua.” Kalimat itu meluncur begitu saja tanpa mampu
kutahan lagi. Erik menjajar langkahku
menyusuri bebatuan yang masih berkilau
diterpa matahari senja sembari menggamit lenganku. Aku mengartikannya sebagai
penegasan kalimat yang terucap sebelumnya. Matahari semakin meredup tapi masih
berusaha bertahan menyisakan lembayung
yang masih nampak.
Sejak kepergian Erik praktis aku kehilangan. Tak lagi
kutemukan senyumnya yang simetris dengan gigi putih yang tersusun rapi sambil
membentang koran Kompas yang memuat
tulisan-tulisannya. Tak ada lagi temanku berdiskusi tentang apa saja, meski
biasanya dia bertahan untuk sekedar memanas-manasi atau menguji pertahanan argumentasiku.
Jujur, ada kerinduan yang meletup-letup datang tak sengaja tatkala letih fisik
dan jiwa mendera. Dia memang rajin menelepon seperti janjinya sebelum
pergi tapi tetap saja terasa hambar tanpa membaca
ekspresi dari sebuah pertemuan.
Jemariku masih menari di atas tombol keyboard laptop. Sekilas kulirik jarum jam yang menggantung di dinding. 24.15.
“Makalah ini belum juga beres. Besok sudah harus di meja Pak Indra sebelum pukul sembilan.
“Sudah larut, berikan hak tubuhmu untuk istirahat!” Sebuah
pesan BBM masuk.
“Makasih, Sayang. Ini agak tanggung. Lima belas menit lagi
selesai.” Aku membalas pesan itu.
Erik meskipun jauh di Yogya tapi selalu menanyakan keadaan
dan aktivitasku setiap hari. Kadang melalui video
call dan blackberry messanger. Tak pernah lupa dia mengirim foto-foto
kegiatannya seperti aktivitas di kampus, perpustakaan, teman-teman cowok maupun
ceweknya. Aku pun demikian, rajin memberi
kabar tentang kegiatan-kegiatanku. Tentang dosen yang jarang datang
mengajar, tentang tugas yang
bertumpuk-tumpuk, tentang sulitnya mencari buku-buku sumber, termasuk tentang
hatiku yang mendamba sebuah pertemuan dengannya.
“Hey, masih sendiri ya? Pasti di sini hanya untuk memandang bola merah itu lagi?
Ayo, ngaku!” Rina tiba-tiba menodongku dengan pertanyaan beruntun.
“Sudahlah, di kampus
juga banyak. Pengen yang mana? Yang putih, sawo matang, hitam, bermotor,
bermobil? Tinggal pilih…pasti gak ada yang nolak kalau ceweknya kamu.” Bibir
Rina terus nyerocos tanpa sempat
kutanggapi.
“Aku seperti hempasan ombak di batu-batu karang itu yang
setia merayapi batu-batu karang. Itu karena aku memegang teguh janji.” Aku menyela dengan lembut tapi masih
jelas untuk jarak tak cukup semeter meski deru ombak di kejauhan masih
terdengar. Rina hanya angkat bahu.
“Sudah, minum yuk! Aku yang traktir.” Rina menarik lenganku
seiring lembayung senja yang semakin memudar.
Seorang pelayan mendekat, menyodorkan menu yang ada.
Kami sama-sama pesan jus alpukat plus roti bakar sementara tangan Rina masih
sibuk membalas beberapa pesan yang masuk. Aku mencermatinya sekilas sambil
memandang Bangau yang hinggap di atas pohon kelapa. Dari jauh nampak
daunnya bergoyang.
“Rein, boleh aku ngomong?” Aku hanya mengangguk.
“Ada cowok yang menjadi pengagum setiamu, dia hadir di antara
kebersamaan kita selama masuk di kampus
Unsulbar. Kalau ada tugas kelompok, dia minta
namanya diikutkan bersama namamu. Dia juga masuk Mapala karena ada kamu. Kalau kamu pulang, dia
siapkan helm itu juga untuk kamu.
“Fahry?” Ujarku spontan karena kaget.
“Ya, dia Fahry. Teman kita sejak SMA. Dia tak pernah capek menanyakan tentangmu. Tapi, begitulah orangnya, pendiam, pemalu, dan kurang terbuka. Kamu pasti tahu itu. Sampai sekarang pun masih tetap menikmati kesendiriannya. Menunggumu, entah sampai kapan.
Bayangan cowok itu begitu jelas bagi Rein. Dia hadir dan bersama mereka hampir di semua kegiatan kampus yang diikutinya. Tentang wataknya persis apa yang diceritakan Rina.
“Tidak…Aku tak bisa. Sampaikan maafku untuknya!” Aku
mengucapkan terima kasih dan menggamit lengan Rina mengajaknya pulang. Jus
Alpukat masih tersisa setengahnya dan kutinggalkan begitu saja. Beberapa
pengunjung cafee agak kaget dengan langkahku yang tergesa.
“Besok saya pulang ke Mandar, kita ketemu di tempat biasa.”
Sebuah pesan inbox kuterima dari Erik. Aku baru ingat kalau ini akhir Juni,
liburan semester. Jemariku memencet beberapa huruf membalasnya. Ada degup yang
terasa lebih cepat dari biasanya.
Tak ada yang terlalu berubah dengan tempat ini, masih tetap
menawarkan pesona sunset yang memukau
untuk para pengagum keindahan. Hempasan ombak masih tetap setia menjilati
batu-batu karang dan berakhir di hamparan pasir putih. Beberapa pengunjung
melepas sandal dan sepatu hanya untuk merasakan sentuhan relaksasi ombak yang menjilati
kaki-kaki mereka. Sementara yang lain memegang kamera dan mengabadikan setiap spot
yang berkesan. Para nelayan juga masih tetap menari-nari dengan
perahunya, bermain pada arus laut yang kadang ramah kadang tak bersahabat.
Rein memastikan sosok Erik dari jauh yang turun dari motor. Pemilik tinggi seratus tujuh puluh
senti itu berjalan dalam balutan kaos oblong hitam khas Yogya, Malioboro. Plus jeans ketat dan
sebuah tas kecil yang menggantung di sampingnya.
“ Sorry, aku telat. Tadi ada teman di rumah, baru-baru
pulang.” Erik langsung membuka pembicaraan. Mungkin membaca pikiranku yang agak
bosan menunggu.
“Yuk, duduk di sana, di sini terlalu ramai.” Rein. Rein sama sekali tak memberi isyarat duduk. Lelaki itu sudah tahu betul di mana posisi yang selama ini mereka pilih. Sebuah tempat duduk agak ke tepi dan diapit dua batu karang. Di tempat ini ombak masih mampu menjilati kaki-kaki mereka yang telanjang. Mereka duduk bersisian dan memandang ke laut lepas. Sekilas Erik melirik Rein sejenak.
“Hey, kulit kamu kok jadi hitam begini, Rein? Kamu pasti sering hiking lagi ya? Mendaki Karampuanna, Latimojong sampai ke Bawakaraeng sana. Sudahlah, Aku tidak larang tapi kalau sudah begini gak baik juga.” Komentar Erik sambil mengelus kulitnya yang memang agak mengelupas. Aku hanya diam dan kembali memandang ke laut lepas. Sepintas masih kelihatan para nelayan mengayuh sampannya mencari spot ikan yang lebih banyak.
“Itu cara mengusir sepi.” Ujar Rein pelan. Erik tak menjawab lagi. Dia hanya mengelus rambut perempuan itu pelan karena sesungguhnya dia tahu aktivitas itu semata membunuh rindu yang tak berujung dan kerap hadir bersama kejenuhan.
“Aku tinggal setahun di Yogya, setelahnya kembali ke kampung dan merenda masa depan. Kita akan merajut hari esok. Percayalah.” Erik kembali meyakinkan Rein tentang arah hubungannya. Sisa waktu yang ada mereka mampaatkan untuk memupuk kebersamaan seperti dulu. Rein kembali menemukan sesuatu yang telah lama menghilang seperti butir-butir embun yang lembut menyentuh di pagi hari lalu setelahnya lenyap seiring mentari yang menyembul. Ada rona bahagia yang semburat di wajahnya. Erik telah kembali sibuk dengan kuliahnya di Yogya sementara Rein pun demikian.
Rein masih sibuk dengan tugas-tugas makalahnya yang harus rampung secepatnya. Beberapa kali dia membuka lembar-lembar buku yang berbeda sampul. Kali ini dia mencari beberapa pendapat ahli pendidikan tentang konsep pemerataan pendidikan di internet.
“Akhirnya selesai juga” Ujar Rein dalam hati. Dia segera beringsut dari duduknya dan meraih kotak kecil yang selalu setia menemaninya.Smartphone.
“Apa kbr sayang? Kangen!” Sebuah pesan singkat ke WA Erik. Rein menunggu tak berkedip berharap ada kata yang sama untuk pesan yang dia kirim. Nihil.
Rein mencoba membuka pertemanan mereka lewat facebook. Tujuh pesan masuk. Dia berharap beberapa pesan dari Erik. Tapi tak satu pun status untuknya. Semua dari teman-teman kampusnya. Hanya satu yang tersisa.
“Rik, thanks banget say…nemenin aku seharian ini. Beautiful day.” Rein menetralkan perasaannya yang campur aduk. Jarinya menyentuh kronologi pengirim status itu. Arfina Susanty, Jurusan Akuntansi Mahasiswa semester 6 UGM, tinggal di Yogya. Rein sudah mulai gemetaran tapi rasa penasaran lebih mendorongnya untuk membuka lebih. Rein kaget, ratusan foto Erik bersama Fina terpajang berdua dengan fose yang beragam di berbagai tempat eksotis kota Gudeg. Berdekap di Pentas seni Candi Prambanan, berenang di Pantai Sadeng, melingkar lengan di bahu Fina mengitari Malioboro, Menatap Telaga Biru Kidul sambil mendekap dari belakang, sampai menyusuri Puncak Kosakora dengan latar pantai yang indah di bawahnya. Rein tak mampu lagi menggerakkan jarinya untuk detil melihat satu demi satu. Rein pingsan.
----------------------
Rein kini lebih sibuk dari biasanya, asistensi ke dosen, ikut seminar, menghandle rapat BEM dan lebih penting skripsi yang harus dirampungkannya. Selama itu pula androidnya off untuk siapapun.
“Rein, sudah seminggu Bapak kirim koreksi proposal penelitianmu. Kok, kamu tidak balas ya?” Pak Candra, dosen pembimbingnya memberondongnya di depan pintu.
“Maaf, Pak….android saya tercecer. Insya Allah nanti saya baca, Pak!” Rein menjawab dengan gugup. Dia tidak yakin dengan jawabannya sendiri. Rein hanya menatap smartphonenya, terasa kembali ada sesuatu yang menyesakinya.
“Ah, ingin kubuang saja benda ini. “ Ujarnya dalam hati. Benda itu akhirnya diaktifkan juga. Puluhan pesan masuk via bbm, wa, pun fb.
“Rein, smartphonenmu off terus, kamu kenapa? Kamu sakit ya? Kok, tidak balas inboxku?” itu pesan Erik via bbm, wa, fb. Rein hanya mematung, dia menata hatinya, berusaha lebih tenang. Dia sejenak duduk sambil memandang awan-awan hitam yang berarak ke timur. Beberapa kutilang hinggap di pohon kelapa bersiul parau.
Rein meraih benda itu dan mulai menyentuh beberapa huruf.
“Aku baik dan akan tetap baik-baik saja.”
“Kamu ‘napa, Rein?” Aku salah ya?”
“Ya, karena ada Afriany Susanti di antara kita yang rapi kamu tutup. Foto-foto itu lebih jujur dari apa yang kamu tunjukkan. Sudahlah, tak ada yang jauh untuk hati yang menyatu dan tak ada yang dekat untuk hati yang mendua. Apalagi jauh untuk mendua.”
Rein sudah ingin mematikan benda itu tapi masih ada koreksi laporannnya dari Pak candra yang belum dibacanya. Tetap saja masih ada pesan masuk.
“Ass..jgn lupa besok pagi rapat.09.00. Nanti saya jemput.” Itu inbox Fakry. Sosok cowok itu kini jadi lebih jelas di matanya. Celoteh Rina tentangnya kini membisik kembali.
“Biarlah nafas waktu yang mengurai, Biarlah hempasan aral mendera setiap langkah. Pada akhirnya restu Ilahi akan mengamini semuanya.” Rein membatin.
Majene, 20 Januari 2017
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusMenurut saya ketika kita berjanji kita harus menepati janji tersebut, dan jangan mudah mempercayai ucapan seseorang karena sifat manusia dapat berubah sewaktu-waktu.
BalasHapusMenurut saya, semua orang bisa berjanji tapi tidak semua orang dapat menepati janji nya dan jangan mudah percaya pada manusia karna sewaktu-waktu manusia dapat berubah sifatnya
BalasHapusdari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, boleh baik tapi jangan terlalu baik karana itu tidak baik kadang kebaikan bisa disalah gunakan.
BalasHapusNurathifah Ramadani Subhan
BalasHapusJangan mudah mempercayai ucapan atau janji seseorang, karena manusia sifatnya dapat berubah.
Jangan berjanji kalau tidak ditepati
BalasHapustidak semua perkataan ituu berakhir dengan indah karna terkadang perkataan ituu lebih manis dari ada madu, seperti kata pepatah bahwa sakit gigi itu berawal dari yang manis2
BalasHapusdari cerita tersebut saya bisa menarik kesimpulan bahwa masing-masing manusia mempunyai keinginan tersendiri untuk kehidupannya. pada satu sisi, kita harus melanjutkan pendidikan dengan baik, tetapi di sisi lain kita juga harus menepati janji yang telah kita sepakati sebelumnya. jangan pernah memberikan sebuah janji jika tidak mampu untuk menepati. kita juga harus paham bahwa manusia memang memiliki sifat yang mudah berubah seiring berjalannya waktu.
BalasHapusJangan mudah mempercayai seseorang karena tidak semua orang itu sama dan sifat manusia akan berubah-ubah seiring waktu berjalan
BalasHapusMenurut saya jangan pernah percaya omongan orng kalau tdk ditepati
BalasHapusJangan terlalu percaya omongan pasanganmu karnah itu bisa menyakiti hati yang begitu sakit
BalasHapusMenurut Saya Jangan Terlalu Mempercayai Omongan Seseorang,
BalasHapusLebih Baik Kita Terus Memperbaiki Diri Daripada Harus Menunggu Janji Yang Tidak Pasti
Dalam suatu hubungan harus dilandasi dengan kepercayaan karena kepercayaan sangat dibutuhkan dalam hubungan kapan kepercayaan itu tidak ada maka hubungan bisa hancur , dan jangan percaya sama janji tanpa adanya bukti karena manusia sifatnya bisa berubah kapan saja
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusJangan pernah percaya omongan org sekalipun itu serius jangan pernah berekspektasi lebih padanya sebab manusia adalah makhluk dinamis yg diucapkannya sekarang belum tentu akan sama dikemudian hari ingat berharap kepada manusia sama sajah melangkah menuju kecewa
BalasHapusMenurut saya dari cerita di atas jangan terlalu mudah percaya dari omongan seseorang karena orang tersebut bisa saja mengecewakan anda dan fokuslah untuk memperbaiki dirimu sendiri
BalasHapusTerlalu baik itu tidak baik
BalasHapusMenurut saya, dari cerita yang telah saya baca, saya bisa menarik kesimpulan bahwa masing-masing manusia mempunyai keinginan tersendiri untuk kehidupannya. pada satu sisi, kita harus melanjutkan pendidikan dengan baik, tetapi di sisi lain kita juga harus menepati janji yang telah kita sepakati sebelumnya. jangan pernah berjanji jika tidak mampu untuk menepati. kita juga harus paham bahwa manusia memang memiliki sifat yang mudah berubah seiring berjalannya waktu.
BalasHapusMenurut saya jangan terlalu percaya terhadap perkataan seseorang dan Jangan berharap lebih dari seseorang tersebut, walaupun dia berjanji kata janji itulah akan menjadi kata penenang bagus seseorang yang disakiti, satu kata dari saya selaku pembaca, "KETIKA KEPERCAYAANMU SULIT UNTUK DIDAPATKAN,, TETAPLAH JUJUR DAN KONSISTEN, KESETIAANMU AKAN MEMBUKTIKAN SEGALANYA"
BalasHapusPAMBOANG, 28 JULI 2023
ATAS NAMA AHMAD ARSYAD XII 1SEBAGAI PENGOMENTAR
dari cerita ini, kita bisa belajar untuk tidak terlalu percaya orang lain sekalipun orang itu berjanji, dan tinggalkan orang yang menyakiti karena orang yang benar-benar cinta tidak akan menyakiti secara intensional.
BalasHapusMenurut saya dari cerita diatas bahwa, Manisnya janji jika tidak ditunjukkan lewat perbuatan nyata hanya akan menggoreskan luka di hati, kesetiaan berarti ketulusan untuk menyimpan satu hati di dalam hati dan berjanji tidak akan menghianati.
BalasHapusalur ceritanya sangat menarik pak, mengajarkan kita untuk tidak terlalu percaya pada seseorang yang sudah berjanji karena janji itu masih bisa diingkari,janji itu bullshit
BalasHapusNabila Hidayani:Alur cerita ini menceritan tentang kisah cinta yang memiliki janji yang tidak bisa di pegang,janji yang bersifat hanya sebagai penenang namun pada akhirnya menjadi pengingkar
BalasHapusKita tidak boleh mempercayai janji manusia sepenuhnya karena manusia memiliki sifat dan perasaan yang bisa berubah kapan saja. "Don't waste your time on someone who can't take care of his heart for you."
BalasHapusMUH.NAZRUL RAMADHAN
BalasHapusALUR CERITANYA SANGAT MENARIK MENGAJARKAN KITA UNTUK TIDAK SELALU PERCAYA KEPADA ORANG LAIN
Umriah:kesimpulan dari cerita ini tentang seseorang yang mengenang masa lalu sebelum sekarang menempuh hidup masing masing dan melupakan semua kenangan yang berkaitan dengan janji yang tidak dapat ditepati
BalasHapusAhmad Rifat Idham: jangan terlalu percaya pada perkataan atau omongan seseorang, apalagi percaya kepada yang namanya JANJI
BalasHapusNur Aeni :
BalasHapusJangan membuat seseorang menunggumu hanya karena ada perjanjian di antara kalian
Herdiansyah
BalasHapusJangan percaya sama omongan orang krna orng tersebut kapan saja bisa menghianatimu
Menurut saya kita tidak bisa memastikan sebuah janji akan terwujud,maka kita berusaha muwujudkan janji yang lebih bernilai dari sebuah janji bukanlah sebuah kata kata tapi sebuah tindakan .
BalasHapusImelda putri
BalasHapusJadi dari cerita ini,kita bisa belajar untuk tidak terlalu mudah mempercayai ucapan atau janji seseorang.
Pentingny baik menilai seseorang
BalasHapusMenurut saya, jangan terlalu percaya pada ucapan dan janji seseorang karena pada akhirnya itu bisa membuatmu patah hati
BalasHapusMenurut saya alur ceritanya yang sangat menarik, mengajarkan kita untuk jangan mudah percaya kepada seseorang yang berjanji karna manusia memiliki sifat yang mudah berubah. Manusia biasanya hanya manis diawal dan pahit di akhir, dan mudah berjanji tapi tidak pada pembuktiannya
BalasHapus