Ketika Beasiswa hanya untuk Kategori Miskin




                                              Sumber foto: https://pixabay.com

Tiba-tiba saja para siswa berkerumun di sebuah papan informasi yang menempel di dinding sekolah. Sebagai guru saya  agak penasaran juga info apa ya? Ternyata daftar siswa calon penerima beasiswa PIP. Banyak yang balik badan dengan senyum-senyum begitu tahu kalau namanya ikut terpajang. Beberapa lainnya mengangkat telapak tangannya dan menempelkan ke wajahnya sambil berucap sukur. Tapi tak berapa jauh dari papan pengumuman itu lirih beberapa anak berceloteh satu sama lain.
"Kok yang jarang datang terima beasiswa juga." Ujar Amir cemberut dengan muka masam.

"Iya, banyak teman-teman yang sering terlambat, lompat pagar, tugas tidak masuk  juga dapat." Ryan tak kalah jengkel.
"Kok yang nakal-nakal dapat sementara yang berprestasi dan aktif di kegiatan ekskul ndak dapat apa-apa?" Reny tak kalah sengit. Dia sudah beberapa kali ikut lomba membawakan nama sekolah plus pengurus OSIS juga.

Penulis mencoba menganalisa arti dari kalimat-kalimat yang baru saja meluncur dari mulut siswa-siswa itu. Pointnya, mereka ingin dapat bantuan beasiswa juga seperti anak-anak yang lain. 

Dari laman Kompas.Com penulis mencari tahu seperti apa sebenarnya beasiswa itu. Ada 10 jenis beasiswa dengan peruntukan untuk SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi, sampai kepada guru dan dosen. Sejauh ini hanya 1 jenis beasiswa untuk para siswa itu yakni beasiswa Program Indonesis Pintar (PIP). Beasiswa ini  dalam bentuk bantuan uang tunai, perluasan akses, dan kesempatan belajar dari pemerintah yang diberikan kepada peserta didik yang berasal dari keluarga miskin atau rentan miskin. Adapun besarannya untuk siswa SD sebesar Rp.450.000,-/tahun, siswa SMP mencapai Rp.750.000,-/tahun dan untuk SMA sejumlah Rp.1.000.000,-.

Penulis sama sekali tak mempersoalkan beasiswa PIP yang selama ini menjadi incaran dan harapan orang tua yang secara ekonomi tidak mampu karena nyatanya memang sukses membantu para orang tua untuk keberlanjutan pendidikan anak-anak mereka. Hanya saja indikator yang digunakan sebatas  kategori miskin atau rentan miskin. Sekolah sejauh ini tidak diberikan ruang untuk berkontribusi dalam  mengevaluasi calon penerima di luar kategori  miskin itu seperti keaktifan belajar anak, mematuhi tata tertib sekolah, siswa aktif dalam ekskul , dan prestasi belajar di sekolah itu sendiri.

Penulis hanya mempersoalkan belum adanya beasiswa yang diperuntukkan khusus anak-anak yang memiliki prestasi di sekolah tanpa melihat status ekonominya seperti orang tuanya pengusaha, karyawan, ASN, anggota TNI dan Polri.  Beasiswa ini menjadi begitu penting sebagai apresiasi dan reward kepada  siswa yang tekun belajar, berprestasi dalam lomba akademik maupun non akademik, aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler (OSIS, Pramuka, PMR, UKS, Mading, KIR, dll.)  dan  patuh terhadap tata tertib sekolah. Dengan adanya beasiswa ini tentu akan mampu memberikan motivasi kepada para siswa dari semua latar ekonomi untuk meningkatkan semangat belajar, jadi duta lomba, aktif dalam organisasi sekolah, dan senantiasa menjunjung tinggi peraturan sekolah.

Penulis memiliki harapan besar agar ke depannya ditambah lagi 1 jenis beasiswa  yang terpisah dari beasiswa PIP yang selama ini sudah dinikmati oleh para siswa penerima. Tentu saja dengan indikator dan basis prestasi yang jelas agar terhindar dari kesan diskriminasi dan alat kepentingan.  Selanjutnya, pihak sekolah akan mengusulkan para siswa  yang memenuhi syarat bersama dengan dokumen-dokumen pendukung sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh pihak Kemendikbud.







Posting Komentar untuk "Ketika Beasiswa hanya untuk Kategori Miskin"