Rapat kerja pelajar sebagai salah satu kegiatan positif (dok. penulis)
Saya masih hapal betul hari dan tanggal
peristiwa itu bermula ketika saya masih terbaring di rumah karena kurang fit.
Selasa, 11 Oktober 2022. Sebuah pesan masuk di gawaiku. "Usahakan bisa ke
sekolah besok, ada beberapa siswa kedapatan merokok dan terlibat dalam
penyalahgunaan obat." Pesan dari seorang rekan guru siang itu.
Kepalaku yang sejak dua hari pusing serasa semakin bertambah.
Pagi itu terungkap berbagai temuan lapangan yang
saya terima. Beberapa siswa terlibat jual-beli obat terlarang sekaligus
mengonsumsinya. Beberapa siswa mengamankan obat-obat itu dan bungkam seribu
bahasa dan tak mau menunjukkan di mana barang bukti itu. Semua berakhir dengan
sanksi berat yakni dikembalikan kepada orang tua masing-masing sambil mencari
sekolah tujuan berikutnya.
Jujur saya penasaran, saya mulai mencoba mengulik berbagai fakta seperti apa sebenarnya perilaku remaja khususnya
berkaitan dengan narkoba dan obat terlarang yang tentu saja pelajar termasuk
bagian di dalamnya. Seorang
penulis Izza Namira di laman idn times memaparkan beberapa fakta
yang saya yakini sudah terperifikasi
kebenarannya. Beberan datanya mengungkapkan bahwa Indonesia
termasuk salah satu negara yang masuk kategori darurat narkoba dengan melihat
tingginya tingkat prevalensi narkoba setiap tahunnya. Tidak hanya itu, United
Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) menyatakan bahwa negara kita
masuk dalam jajaran segitiga emas perdagangan narkoba, khususnya metafetamin
bersama dengan Jepang, Australia, Selandia Baru, dan Malaysia. Pada data yang lain Badan Narkotika Nasional (BNN) di 2017, menyatakan
jumlah penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai lebih dari 3 juta orang
pada kelompok usia 10 hingga 59 tahun. Belum lagi angka 27% pelajar dan mahasiswa di Indonesia
menyumbang angka pengguna narkoba di Indonesia. Lebih tragis lagi 37 hingga 40 orang di
Indonesia meninggal setiap harinya akibat konsumsi narkotika. Terakhir
disebutkan bahwa Indonesia adalah
sasaran empuk bagi pengedar narkoba, setidaknya 72 jaringan internasional yang
beroperasi di negara kita.
Penulis baru
sadar dan mencoba merunut peran strategis beberapa pihak untuk mencegah ataupun
meredam maraknya peredaran narkoba dan obat terlarang lainnya di lingkungan
masyarakat. Malam-malam di atas pukul dua puluh tiga, remaja masih
berkumpul di jalanan, decker,
dan warkop. Remaja putra dan putri ini berbaur
jadi satu sambil menjentik gawai,
gitar, dan plus rokok yang asapnya
mengepul di bawah terangnya lampu jalan
yang menyorot. Pokok masalahnya, di mana rumahnya? di mana orang tuanya? Siapa
penjemputnya? Mengapa tak ada panggilan yang memaksa untuk pulang ke rumah? Penulis ingin menegaskan ada pembiaran orang
tua untuk anak remaja yang merasa lebih happy di tempat-tempat ramai, di
malam-malam suntuk. dan di waktu-waktu kritis. Padahal tempat ternyaman untuk
rehat itu rumah, bercanda, diskusi, mendengar keluh-kesah mereka. Orang tua terlalu
sibuk dengan pekerjaan sehari, seminggu, sebulan, berbula-bulan. Bentuk peduli
mereka lebih dominan pemenuhan materi.
Penulis
menganggap bahwa perlu penguatan peran pemerintah dalam semua tingkatan agar
lebih peduli dan fokus mencermati berbagai penomena sosial yang terjadi di
wilayah masing-masing. Penulis terlalu sering menemukan bungkus-bungkus Komix,
Bodrex, Procold berceceran di lapangan,
tempat wisata, pinggir sungai, bahkan di kebun warga. Pertanyaan yang muncul.
Apa wajar seorang warga yang sakit kepala misalnya mencampur beberapa sachet
obat-obat ini lalu meminumnya sekaligus? Setiap hari, setiap minggu, dan setiap bulan. Obat-obat ini tentu punya dosis
tersendiri untuk dikonsumsi. Penulis belum pernah mendengar sosialisasi dari
pemerintah desa misalnya untuk membeberkan temuan-temuan ganjil ini lalu
merumuskannnya dalam program kegiatan dengan tujuan untuk pencegahan dan sanksi
terhadap warga andai menemukan lagi kasus berikutnya. Bagi penulis ini tinggal tunggu waktu saja,
remaja yang tadinya terlibat dalam penyalahgunaan obat di atas akan berpindah
menjadi pengonsumsi narkotika. Momentumnya hanya kesempatan, uang dan barang.
Penulis juga
mencermati bahwa dari sekian program yang dihasilkan oleh pemerintah, terutama pemerintah
desa, nyatanya minim sekali yang menyentuh langsung
pada program pencegahan dan penindakan perilaku menyimpang remaja secara umum.
Program sosialisasi dan pelatihan kepada orang tua agar punya pengetahuan yang
luas bagaimana anak-anak mereka bijak dalam bermedia sosial. Bagaimana orang
tua bisa mengontrol konten-konten apa
saja yang boleh diakses oleh anak-anak dan remaja. Semisal goggle. com melalui
aplikasinya memberikan ruang kepada orang tua untuk membatasi anak-anaknya
dalam bermedia sosial sesuai dengan umur. Artinya, nanti anak-anak bisa membuka
aplikasi yang tersedia kalau orang
tuanya menyetujui aplikasi itu bisa dibuka. Kenyataannya, Tidak ada batasan
waktu anak-anak kita bermedia sosial. Pagi, siang, malam sampai dengan subuh
mereka tidak berhenti dengan gawai masing-masing.
Pengadaan
fasilitas olahraga dan seni di ruang-ruang publik mestinya menjadi pilihan
program agar para remaja dapat menyalurkan hobi dan life skill yang
dimilikinya. Lapangan volley, badminton, sepak takraw, tennis meja, futsal
adalah beberapa pilihan fasilitas yang bisa disiapkan oleh pemerintah desa dan kelurahan agar para remaja terhimpun
dalam satu wadah yang kegiatannya positif dan terukur. Paling tidak tergambar
aktivitas mereka yang jauh dari narkoba, penyalahgunaan obat, minuman keras,
tawuran, seks bebas. Begitu pula dengan ruang seni. Pengadaan panggung pertunjukan
seni tentunya akan memberikan andil yang besar kepada para remaja untuk menyalurkan
bakat masing-masing. Apatah lagi jika terdapat kelompok teater di setiap desa
dan kelurahan yang dibina dengan kontinyu dengan mengangkat seni dan budaya tradisonal.
Tentu ini menjadi kredit poin tersendiri untuk pemerintah desa dan
masyarakatnya.
Begitu pula pada
kegiatan keagamaan di desa. Penting untuk membuka ruang kepada remaja untuk
beraktifitas di masjid melalui sholat bersama, dialog interaktif, tadarrus, lomba-lomba
keagamaan. Paling tidak remaja punya pondasi dasar dalam mengerem berbagai efek
perkembangan global yang sangat cepat dan massif dan berpengaruh negatif kepada
mereka. Dalam beberapa pengamatan penulis, Masjid dibangun sebesar dan semewah
mungkin dengan beberapa pasilitas memadai. Di sisi lain sangat kontras dengan
jumlah jamaah yang datang solat berjamaah yang hanya cukup satu baris saja.
Dalam pandangan penulis, penggerebekan, penangkapan, penahanan
pun rehabilitasi terhadap para remaja kita yang terbukti menggunakan,
mengedarkan narkoba serta berbagai perilaku menyimpang lainnya merupakan bukti
belum seriusnya membangun kesepahaman dalam menata masa depan para remaja yang
akan menjadi penentu masa depan bangsa ke depan. Bahwa penegakan hukum oleh aparat
bukanlah tolok ukur keberhasilan meredam perilaku remaja yang menyimpang akan
tetapi lebih kepada bagaimana memframing remaja dalam pencegahan dengan
berbagai program yang rill dan terukur. Semoga.
Posting Komentar untuk "Pentingnya Pencegahan Perilaku Menyimpang Remaja di Desa"