Berdamai dengan Harga

                                                                                              Gambar: www.bombastis.com

Awal tahun 2022 ini sepertinya bukan bulan-bulan yang disambut dengan senyum sumringah nan  ceria oleh    warga di pelosok negeri ini meskipun perayaan tahun baru tetap dijemput  dengan hingar bingar di berbagai kota.  Bukan apa-apa, awal tahun dibuka dengan lembar-lembar kenaikan harga yang membubung tinggi membuat kepala berdenyut-denyut padahal tidak melulu karena sakit kepala akibat  kurang tidur, telat makan, atau karena kerjaan yang menumpuk.  Sampai  awal Maret ini beberapa kebutuhan pokok masyarakat masih tetap merangkak naik tak jelas kapan turunnya. Tengok saja,  sejak  27 Pebruari Pertamina menaikkan harga LPG nonsubsidi sebesar Rp. 15.500 per kilogram, meskipun harga LPG subsidi tidak berubah. Untuk Pertamax Turbo (RON 98), naik  menjadi Rp 13.500 dari Rp.12.000 Pertamina Dex (CN 53) menjadi Rp 13.200 dari Rp.11.50 dan Dexlite (CN 51) menjadi 12.150 per liter untuk wilayah DKI Jakarta atau daerah dengan besaran pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) 5 persen yang sebelumnya Rp.9.500 per liternya.

Mari bergeser sedikit ke harga-harga pangan akhir-akhir ini. Harga minyak goreng kemasan per 2 liter  rerata Rp.25.000-sampai Rp.40.000. Itu pun sangat langka di pasaran. Emak-emak antri beberapa jam di toko-toko retail ataupun operasi pasar oleh pemerintah dan hanya dapat 1liter tidak lebih. Tak sedikit juga yang balik ke rumah dengan tangan kosong karena stok habis.  Lanjut ya, bagaimana dengan harga daging? harga daging   sapi di DKI Jakarta berkisar Rp 132.000 - Rp 138.000 per kilogram. Harga terpantau paling tinggi di Aceh sebesar Rp 140.000 per kilogram dan paling rendah di Nusa Tenggara Timur Rp 106.000. Kebutuhan kedelai dalam negeri sebesar 2 juta ton pertahun sementara pasokan dalam negeri hanya mampu menyediakan 80.000 ton pertahun. Impornya lebih banyak ya? Iya, 1.920.000 ton mengandalkan impor.

Tentu saja kenaikan harga BBM Nonsubsidi, minyak goreng, kedelai dan akan diikuti oleh berbagai bahan pokok lainnya sebagai efek kenaikan harga BBM menambah panjang daftar kesulitan masyarakat di tengah ancaman pandemic Covid 19 yang sukses membatasi aktivitas masyarakat untuk sekedar mengepulkan asap di dapur. Di sisi lain pemerintah tentunya sudah berusaha menormalkan keadaan ekonomi dan kesehatan dengan berbagai strategi dan kebijakan yang suduh runut dijalani selama tiga tahun terakhir.

Kita kembali kepersoalan kebutuhan pokok. Dari media sosial, twitter, WA, IG, seliweran frase dan kalimat umpatan menggugat keadaan yang ada. Nyaris tak ada wacana positif yang terbangun. Dominan menggugat pemegang kekuasaan tentang kenaikan harga BBM Non Subsidi yang tak bisa dihindari karena bergantung harga minyak dunia, tentang minyak goreng yang langka di pasaran, lebih-lebih kedelai yang hanya mampu dipenuhi oleh petani local sebesar 80.000 ton setahun. Padahal kebutuhan kita menyasar angka 2 juta ton. Angka konsumsi yang sangat pantastis…

Penulis  langsung teringat ketika tiba-tiba lampu di rumah padam. Tetangga berteriak-teriak di medsos kalau telat bayar iuran langsung denda, kalau lampu padam PLN tidak juga didenda yang sama. Tetangga yang lain ada juga yang langsung hubungi PLN dan tanyakan masalahnya apa. Ujung-ujungnya pulang dengan kesal. Tidak puas atas keadaan yang ada. Padahal pokok persoalnnya masih simple. Gelap. Solusi sementara bisa saja nyalakan lilin, genset, lampu charge, sampai pelita. Seperti halnya soal  kenaikan harga yang kita alami menyisakan keluhan, umpatan, demonstrasi dan berbagai bentuk protes lainnya. Padahal masih ada sisi lain yang luput kita perhatikan sebagai solusi sementara.

Tak ada yang mungkir jika memang harga kebutuhan pokok yang melonjak tajam menyisakan banyak masalah meskipun tetap ada jalan keluar. Membatasi belanja barang di rumah yang tidak terlalu penting bisa menjadi solusi yang pas. Membeli pakaian baru, alat elektronik, kendaraan, perabotan rumah yang basisnya adalah keiginan dan selera tentu harus dipendam dulu sampai kondisi harga kebutuhan pokok sudah benar-benar terjangkau dan pendapatan  melalui berbagai sumber sudah mulai stabil. Anggaran-anggaran ini diminimalkan dulu dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti beras, tahu, tempe, ikan, minyak goreng, dan beberapa kebutuhan pokok lainnya.

Jika selama ini tempat belanja untuk memenuhi kebutuhan pokok di swalayan, mall, dan supermarket, maka pasar tradisional tidak salah untuk menjadi pilihan kita. Untuk beberapa kebutuhan pokok, harga di pasar tradisional biasanya lebih rendah daripada di supermarket. Tentu saja pasar tradisional yang tetap memperhatikan kesegaran bahan makanan termasuk dari segi kebersihannya.

Ibu rumah tangga yang jeli melihat keadaan tentunya akan menyusun daftar menu yang bervariasi untuk sepekan. Hal ini agar terdapat penghematan anggaran yang biasanya tidak teratur. Apa yang muncul dipikiran maka itu pula yang diproses sampai tersaji di atas meja. Dengan cara ini tentu terdapat dana sisa yang bisa digunakan sebagai dana cadangan kebutuhan pokok.

Membatasi penggunaan kendaraan yang menggunakan bahan bakar bensin, solar, dan lainnya tentu menjadi pilihan yang layak untuk diprioritaskan. Ditengah kenaikan harga BBM yang melambung tentu pilihan jalan kaki, naik sepeda apabila jaraknya dekat tentu bisa  mengirit pembiayaan. Kalaupun jaraknya agak jauh maka penggunaan kendaraan bermotor  dikurangi dalam sepekan misalnya yang tadinya setiap hari bisa saja menjadi 3 kali dan selebihnya naik Grab, Gojek, bahkan naik sepeda. Anggaran untuk itu digabungkan untuk menambah dana kebutuhan pokok.

Sekali waktu mari kita  cermati penggunaan listrik di rumah. Terkadang televise masih menyala  padahal tidak ada yang menonton. AC dalam kamar masih tetap menyala meskipun  tidak ada penghuninya.. Belum lagi ruang-ruang yang lain lampunya tetap menyala padahal tidak ada lagi aktivitas di bawahnya. Suhu kulkas pun demikian, perlu diatur penggunaan suhunya agar lebih rendah dari biasanya. Termasuk penggunaan mesin air perlu diatur ulang  dengan memampaatkan tempat penampungan air agar selalu penuh. Intinya mesin air sekali menyala untuk mengisi penuh penampungan untuk kebutuhan minimal 2 hari. Tentu ini akan beda dari biaya sebelumnya. Terakhir, ditengah tingginya harga kebutuhan pokok dan  ancaman pandemic Covid 19, ada baiknya kegiatan liburan keluarga ditunda sampai benar-benar keadaan kembali normal. Liburan  keluarga ke berbagai objek wisata tentu saja menggunakan budget yang besar dan dari segi kesehatan pun menjadi pertaruhan.

Posting Komentar untuk "Berdamai dengan Harga"